Minggu, 22 Agustus 2010

Kendala Konseling Multi Budaya:

1. Bahasa
Bahasa merupakan sistem lambang bunyi berartikulasi yg bersifat sewenang-wenang dan konvensional yg dipakai sbg alat komunikasi untuk mela-hirkan perasaan dan pikiran.(Kamus Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan Nasional ).
Bahasa menjadi faktor penghambat dalam Konseling Lintas Budaya bilamana:
a. Tingkat penguasaan bahasa sangat kurang
Ada beberapa orang yang memiliki kesulitan dalam menyusun kosa kata dan tata bahasa umum yang dipakai banyak orang, sehingga terkadang orang lain kurang mengerti akan apa yang diucapkannya dan menimbulkan persepsi yang berbeda. Contoh: konseli yang menyusun kata-kata kurang tepat, misalnya “makan dia sudah”, maka akan menimbulkan kebingungan bagi konselor untuk mengartikan ucapan konseli tersebut.
b. Miskin dalam kosa kata
Seseorang yang memiliki kekurangan dalam perbendaharaan kata.
Contoh: Seorang konseli yang tidak bisa merangkai kosa kata dalam mengungkapkan apa yang akan dia katakana akan membuat konselor atau pun orang lain bingung dalam menerima atau pun mengartikan kata-katanya tersebut.

c. Miskin dalam ungkapan- ungkapan
Contoh: Lia tidak nyambung ketika teman- temannya berbicara tentang istilah “ Ayam Kampus”. Kemudian Lia menanyakan pada temannya tentang istilah tersebut , temannya kemudian tertawa terbahak- bahak dan menganggap Lia sebagai orang bego.
d. Penggunaan dialek yang berbeda- beda.
Contoh: orang malang yang menggunakan kata dibalik- balik misalnya: berapa(orip) dan mengginakan dialeg tegas(terkesan kasar).Orang Yogyakarta menggunakan karma alus dalam kebanyakan pembicaraannya.
e. Merasa menjadi etnis yang mayoritas sehingga menganggap orang lain selalu mengerti apa yang ia maksudkan.
Contoh: konselor yang berbicara dengan bahasa jawa padahal konselinya berasal dari Madura, Konselor menganggap Konseli mengerti semua apa yang oleh konselor. Namun pada kenyataannya konseli tidak semua mengerti apa yang diucapkan konselor.

f. Perbedaan kelas sosial
Pada kelas Sosial yang tinggi cenderungan orang berbicara dengan bahasa yang kelasnya tinggi(eksklusif) dan sulit dimengerti oleh orang dengan status social rendah. Contoh: mahasiswa yang KKN menjelaskan pada warga desa terpencil dengan menerangkan tentang penyebaran penyakit dengan menggunakan istilah- istilah tinggi misalnya: inkubasi, injeksi. Tanpa menjelaskan arti yang lebih mudah. Tentunya warga desa tersebut tidak mengerti apa ia katakana. Seharusnya kata tersebut dijelaskan inkubasi= penularan penyakit dalam tubuh dan injeksi= menyuntik.
g. Usia
Contoh: Guru yang menganggap murid kurang ajar karena membahas masalah onani/ masturbasi. Pada golongan muda membahas soal sex bukan soal yang tabu lagi namun bagi sebagian guru yang usianya berbeda jauh dengan siswa menganggap hal itu adalah kurang ajar.
h. Latar pendidikan keluarga
Contoh: Konseli yang memilki orang tua berlatar pendidikan tinggi akan dianggap berasal dari keluarga kelas atas.
i. Penggunaan bahasa gaul.
Contoh: Konseli yang menggunakan bahasa gaul missal ; pembokat,Lekong dll. Jika Konselor tidak faham tentang hal itu maka akan menjadi tidak bersambungan dalam komunikasi.



2. Nilai
Nilai ( Value) merupakan kecenderungan/ disposisi mengenai preferensi (kelebih-sukaan) yang didasarkan pada konsepsi tertentu, yaitu hal yang dikehendaki/ diinginkan dan disukai orang banyak yang berkenaan dengan baik/buruk, patut/ tidak patut, pantas/ tidak pantas.
Nilai menjadi faktor penghambat dalam Konseling Lintas Budaya bilamana:
a. Memaksakan Nilai diri terhadap orang lain
Contoh: Konselor yang memaksakan konseli untuk melaksanakan nilai sub- budaya konselor. Konselor merupakan orang yang rapi dan wangi, konselor tidak melayani konseli yang tidak rapi dan tidak wangi sebelum mereka rapi dan wangi.
b. Memaksakan Nilai golongan mayoritas terhadap nilai golongan minoritas.
Contoh: Konselor yang menganggap konseli tidak sopan karena tidak membungkuk ketika lewat di depan orang yang lebih tua. Konselor tersebut tidak mau membantu konseli sebelum ia mau mengubah kebiasaan mereka untuk membungkukkan badan ketika lewat didepan orang yang lebih tua. Tohang berasal dari Timor Leste yang mempunyai kebiasaan menepuk bahu orang yang dijumpainya sekalipun ia lebih tua darinya.

3. Stereotip
Stereotip merupakan opini/ pendapat yang terlalu disederhanakan, dan tidak disertai penilaian/kritikan( Brown et al, 1988). Stereotip juga merupakan generalisasi mengenai orang- orang dari kelompok lain, dimana seseorang memberi definisi dulu baru mengamati.
Stereotip menjadi kendala konseling( termasuk hambatan sikap)karena terbentuk secara lama dan berakar sehingga sulit untuk diubah, dan menjadi pola tingkah laku yang berulang- ulang.Hal itu merupakan hasil belajar sehingga semakin lama semakin susah di ubah.
Contoh: konselor yang menganggap konseli laki- laki yang memakai anting pasti pembuat onar dan brandal. Sehingga ketika konseling konselor mengalami kesulitan untuk mengubah pandangannya tentang konseli laki- laki tersebut yang memakai anting.
4. Kelas Sosial
Kelas sosial muncul karena latar pendidikan, pekerjaan, kekayaan, penghasilan, dan perilaku orang tersebut membelanjakan uang. Ada 3 kelas sosial yang masih dapat dibagi lagi menjadi 9 yaitu atas- atas, atas- menengah, atas bawah).
Situasi yang menjadi kedala: tingkat perbedaan pengalaman antara konselor dengan klien , persepsi dan wawasan mereka terhadap dunia.Konselor dari kelas sosial menegah mungkin kurang paham terhadap kebiasaan konseli dari kelas sosial tinggi/ rendah.
Contoh: Bu Ana dari kelas sosial sedang yang mempunyai konseli dari kelas sosial tinggi benama Grace yang kesekolah mengendarai mobil sendiri, hobi shoping dan ke salon ketika Grace bercerita terhadap Bu Ana , Bu Ana kurang memahami Grace sepenuhnya karena perbedaan kelas sosial diatas.

5. Ras atau suku
Ras adalah penggolongan bangsa berdasarkan ciri-ciri fisik; rumpun bangsa, Sedangkan suku merupakan masyarakat yang tergabung dalam satu kelompok.
Perbedaan suku yang menjadi kendala dalam konseling karena masing- masing suku memiliki kebiasaan, falsafah hidup, dan nilai budaya yang berbeda- beda. Selain itu golongan minoritas terkadang disamaratakan oleh golongan mayoritas.
Contohnya: konseli yang berasal dari suku bali dan konselor yang berasal dari suku jawa melaksanakan konseling

6. Jenis kelamin(gender)
Perbedaan Jenis kelamin menjadi perbincangan sejak jaman dahulu perbedaan jenis kelamin mempengaruhi konseling karena terkadang konselor laki-laki mempunyai stereotip terhadap perempuan yang bersifat kurang mandiri, kurang tegas, dan kurang berani mengambil resiko. Konselor perempuan kadang menganggap laki-laki tidak boleh cengeng dan tegas. Namun, jika dalam proses konseling baik laki-laki atau perempuan menampakkan sikap yang tidak sepatutnya menurut gender mereka maka terkadang konselor menganggap aneh dan salah. Contoh : konseli laki-laki ia kurang tegas, berbicara seperti perempuan dan sering menangis maka konselor di suatu tempat menyuruh konseli untuk tegas dalam berbicara selayaknya laki-laki.
7. Usia
Setiap periode usia individu memiliki tugas perkembangan dan kebutuhan-kebutuhan untuk melaksanakan tugas perkembangan dan memenuhi berbagai kebutuhuan tersebut. Setiap periode usia mempunyai nilai-nilai budaya usia masing-masing. Hal itu terkadang menjadi masalah dalam pelaksanaan konseling karena adanya perbedaan kebutuhan, kebiasaan, gaya hidup dan nilai budaya tertentu dalam setiap rentangan usia. Contoh : anak laki-laki jika dijemput orang tua, terutama ibu, terkadang ia malu dan memilih pulang sendiri atau pulang bersama teman-temannya. Akan tetapi menurut orang tua hal itu merupakan suatu bentuk perhatian orang tua terhadap anaknya.
8. Preferensi Seksual/ Orientasi.
Usaha-usaha yang dilakukan orang untuk mengatasi masalah seksualitasnya merupakan isu yang lazim menjadi bahan kajian dalam konseling. Itu perihal mengakui perasaan seksual, menyerap perasaan-perasaan itu ke dalam dan membentuk citra diri seseorang, dan membuat keputusan tentang bagaimana bertindak atas dasar perasaan dan jati dirinya.
Pengaruhnya terhadap layanan bantuan konseling jika suatu saat terdapat konseli yang menagalami kasus berkenaan dengan preferensi seksual hal ini akan menghambat konseling karena kemungkinan konselor tidak paham akan nilai-nilai konseli tersebut. Contoh : konseli yang mengalami kelainan seksual (homoseksual) ia menveritakan kepada konselor bahwa ia mulai menyukai teman sesama jenis. Konselor tidak paham akan nilai-nilai konseli tersebut.
9. Gaya Hidup
Gaya hidup atau pola hidup dapat dibagi menjadi gaya hidup tradisioanal dan gaya hidup alternatif. Pengaruhnya terhadap layanan bantuan konseling terkadang gaya hidup seseorang sulit dimengerti dan diterima olehkonselor. Contoh : seorang konseli yang memiliki gaya hidup bebas, ia melakukan free sex, hidup serumah dengan teman lawan jenis yang bukan suaminya, dan ia nyaman dengan keadaan itu. Di sini konselor terkadang sulit mengerti ataupun menerima gaya hidup konseli tersebut.
10. Keadaan orang-orang cacat
Keadaan orang cacat merupakan penghambat dalam pelaksanaan konseling karena cacat akan mempengaruhi perilaku, sikap, kepekaan perasaan, dan reaksi terhadap lingkungan. Konselor tidak luput dari prasangkan atau bias yang kadang-kadang secara tidak sadar juga mengungkapkan problemnya dalam mengidentifikasi konseli yang mengalami cacat. Contoh : seorang konseli yang memiliki cacat fisik dianggap konselor sebagai individu yang rapu, tidak ada harapan, penuh penderitaan, frustasi dan ditolak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar