Minggu, 22 Agustus 2010

PENGENALAN MODEL JEMBATAN AKUNTABILITAS: Suatu Kerangka Evaluasi Program Untuk Konselor Sekolah

Oleh: J. Kelly Coker, Randall l. Astramovich, and Wendy j. Hoskins

Awal adanya gagasan pengadaan evaluasi program adalah adanya upaya perubahan terhadap pendidikan (khususnya bagi asosiasi konselor sekolah amerika (ASCA)) untuk mengembangkan suatu kerangka baru yang mencakup suatu penekanan pada tanggung jawab pelaksanaan bimbingan konseling di sekolah (Asca, 2003). Hal ini merupakan usaha untuk menunjukkan efektifitas program konseling di sekolah dan dampak terhadap prestasi belajar siswa.
Evaluasi program
Evaluasi program adalah salah satu proses yang sistematis dan proses yang efektif dalam mengumpulkan dan meneliti informasi tentang efisiensi, efektifitas dan dampak program dan layanan bimbingan konseling (Boulmetis & Dutwin, 2000). Salah satu alasan evaluasi program diusulkan sebagai cara yang berguna bagi konselor sekolah untuk memonitoring dan meningkatkan program dan layanannya.
Ada beberapa pertanyaan kunci evaluasi yang dapat membantu konselor sekolah dalam menjawab, seperti:
1. Metode, program, dan bantuan apa yang dapat membantu siswa?
2. Bagaimana penerimaan layanan bagi siswa dan guru?
3. Bagaimana keterlibatan siswa berprestasi dalam program tertentu?
4. Bagaimana pengaruh penempatan kelas terhadap prestasi siswa?
5. Seberapa efektifkah sasaran program konseling sekolah?

Hambatan evaluasi program
Ada beberapa faktor kendala untuk melaksanakan evaluasi program oleh konselor sekolah, antara lain:
1. Kurangnya minat dan kemampuan untuk mengevaluasi secara sistematis layanan konseling (Whiston, 1996). Dalam rangka melaksanakan evaluasi program, dibutuhkan beberapa tingkat keahlian dalam metode riset dasar. Dalam melaksanakan evaluasi program, konselor tidak boleh ragu terhadap kemampuannya untuk mengumpulkan dan meneliti data serta kemudian digunakan pada program konseling selanjutnya. (Isaacs, 2003). Konselor lain mengakui bahwa meskipun menguasai keterampilan untuk melakukan evaluasi program, tapi tetap ada ketakutan tehadap keefektifan program. (Lusky & Hayes, 2001). Dengan adanya evaluasi program, konselor dapat bekerja secara lebih efektif dengan lebih memusatkan pada pencegahan dan usaha bantuan dibanding menghabiskan waktu mereka seperti memberikan tugas-tugas yang tidak secara langsung bermanfaat bagi siswa.
2. Beberapa konselor tidak memiliki administrasi pendukung untuk melaksanakan evaluasi program. Pemerintah mendorong personil sekolah untuk memandang konselor bukan berperan sebagai personil pendukung tugasnya, melainkan sebagai tim proaktif dalam suatu komponen pendidikan dengan tujuan secara tegas memfasilitasi belajar siswa.
3. Jika konselor diberi kesempatan dalam melaksanakan evaluasi program, mereka harus memiliki dasar pengetahuan yang cukup secara efektif untuk memutuskan rencana perbaikan suatu program. Model evaluasi program konseling yang bertanggung jawab merupakan suatu kerangka yang mempermudah proses evaluasi program dan untuk mengkomunikasikan hasilnya. Model evaluasi program konseling yang bertanggung jawab dirancang untuk membantu konselor dalam perencanaan, penyerahan dan penilaian efektifitas dan dampak dari layanan mereka.

Dalam model ini evaluasi program terorganisir dalam 2 siklus berkelanjutan berdasar pada hasil umpan balik dan kebutuhan layanan.
 Siklus evaluasi program yang pertama melibatkan tahap perencanaan, implementasi strategi, monitoring dan perbaikan program, serta penilaian hasil. Empat tahap-tahap ini dilibatkan secara keseluruhan
Tahap-tahap Evaluasi Program:
1. Tahap perencanaan program
Dalam tahap ini, informasi dikumpulkan melalui need assessment dan identifikasi sasaran, program konseling dan layanan yang direncanakan dan dikembangkan. Pada tahap ini, konselor mengidentifikasi intervensi dan program yang akan diterapkan meliputi sumber daya yang diperlukan dalam palaksanaan program. Pada tahap ini juga, konselor harus merencanakan alat apa yang akan mereka gunakan untuk menilai hasil.
2. Tahap Implementasi
Dalam tahap pelaksanaan program, konselor dapat memulai program dan layanan. Tahap ini terkadang dikenal sebagai evaluasi perkembangan karena layanan dibentuk oleh input dari siklus konteks evaluasi
3. Tahap monitoring dan perbaikan program
Dalam tahap monitoring dan perbaikan program, konselor menentukan adakah penyesuaian atau intervensi yang perlu ditambahkan pada program berdasar pada feedback dari kepala sekolah dan data awal.
4. Tahap penilaian hasil dalam siklus evaluasi program
Konselor mengumpulkan data akhir dan menelitinya untuk menentukan hasil intervensi dan program. Pada tahap ini, konselor yang memiliki pelatihan dan pengetahuan yang terbatas dalam metode riset, boleh bekerjasama dengan rekan kerja (konselor lain atau orang yang ahli dalam statistik) untuk membantunya dalam menganalisis. Program perangkat lunak seperti SPSS, SAS, dan Microsoft Excel dapat digunakan untuk membantu mempercepat penafsiran data dan presentasi.
Dalam model evaluasi program konseling yang bertanggung jawab, menghadirkan komunikasi hasil program untuk menetapkan para pemegang peran. Pengurus, orang tua, personil kantor pusat, para siswa, konselor lain dan para guru merupakan sebagian dari pemegang peran yang mungkin berperan dalam kesuksesan siswa. Komunikasi dalam pemegang peran merupakan suatu cara yang dirancang untuk membantu konselor memelihara dukungan layanan dan meningkatkan layanan kepada siswa (Ernest & Hiebert, 2002). Komunikasi hasil ini dapat berformat laporan, ringkasan, presentasi dan diskusi.
 Dalam siklus yang kedua, yakni siklus evaluasi konteks konseling, meliputi pemerolehan umpan balik dari pemegang peran dan penggunaan umpan balik seperti halnya pemerolehan hasil penilaian program untuk merencanakan program selanjutnya. Di dalam siklus ini, penilaian harus tetap diselenggarakan sehingga sasaran program dapat dipakai untuk mengenali kebutuhan layanan dalam kelompok. Selama ada umpan balik dari pemegang peran, konselor secara aktif meminta umpan balik melalui komunikasi.
1. Umpan balik
Konselor ikut terlibat dalam perencanaan strategi yang meliputi suatu penilaian dan mungkin adanya revisi terhadap misi dan tujuan umum program konseling. Langkah ini adalah contoh adanya program konseling sekolah, dan mempertimbangkan dampak program itu pada keseluruhan misi dan tujuan sekolah.
2. Penggunaan umpan balik
Umpan balik digunakan untuk perencanaan program selanjutnya. Untuk perencanaan program, dapat digunakan analisis kebutuhan. Analisis kebutuhan diperoleh dari berbagai sumber dan direncanakan dengan suatu tujuan yang jelas (Royse, Thyer, Padgett, & Logan, 2001).
Identifikasi sasaran pemberian layanan harus didasarkan pada hasil layanan konseling sebelumnya, rencana umpan balik dari pemegang peran (guru, orang tua dan sebagainya), dan hasil analisis kebutuhan. Penerapan program harus memiliki sasaran dan tujuan yang telah dirancang. Jika program tidak memiliki tujuan yang jelas, maka harus dimulai dengan evaluasi konseling dan merencanakan kembali evaluasi program konseling.

Implikasi
Dengan penekanan atas tanggung jawab baik dalam pendidikan dan bimbingan konseling sekolah, maka konselor tidak bisa lagi mempertanyakan akan kebutuhan evaluasi program mereka. Dengan konsep evaluasi program yang jelas, konselor mungkin lebih tertarik dan termotivasi untuk melakukan evaluasi program. Sebagai konselor yang bertanggung jawab, konselor harus menyediakan suatu kerangka evaluasi yang dapat melibatkan para relasi (guru, wali kelas, kepala sekolah, dan sebagainya) supaya lebih proaktif ketika menunjukkan dampak dari program konselor dan menggunakan metode penilaian dan evaluasi untuk meneliti hasilnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar